AWAN PANAS, Luncuran awan panas atau wedhus gembel Gunung Merapi kemarin terjadi sebanyak sembilan kali. Awan panas ini terlihat jelas dari Dusun Kalitengah, Glagahharjo, Cangkringan, Sleman sehingga membuat warga sempat panik.
YOGYAKARTA(SINDO) – Geliat Merapi belum berhenti.Kemarin Merapi kembali menyemburkan awan panas.Sejak pukul 00.00 WIB hingga tadi malam Merapi menyemburkan material yang biasa disebut wedhus gembel sebanyak sembilan kali. Berdasarkan pantauan alat seismitas Gunung Merapi di Kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, semburan masingmasingterjadipadapukul 01.17,06.10,08.10, 11.20, 13.46, 14.49, 14.56,19.34,dan 20.28 WIB.
Semburan awan panas tersebut diketahui mengalami perubahan arah, khususnya pada semburan terakhir, yakni pukul 19.34 dan 20.28 WIB.Dua semburan itu mengarah ke barat dengan diiringi hujan abu vulkanik di daerah Kemiren, Ngablak, Argorejo di Kabupaten Magelang.Padahal pascaerupsi, semburan awan panas selalu mengarah ke selatan yakni wilayah Kabupaten Sleman.
Semburan awan panas tidak sampai menimbulkan korban jiwa meski beberapa warga di pengungsian nekat menyempatkan diri pulang ke rumah. “Sampai saat ini tidak ada laporan korban terluka atau meninggal,” kata Komandan Satkorlak PB Sleman Widi Sutikno,kemarin. Kepala BPTTK Yogyakarta Subandriyo menyatakan,munculnya awan panas pascaerupsi adalah hal wajar. Hanya, sampai kapan awan panas akan terus menyembul, dia belum bisa memprediksi.
Namun,dia memastikan bahwa dengan masih tingginya aktivitas, status Merapi masih berbahaya atau awas (level IV). Apalagi,seismitas Gunung Merapi juga menunjukkan aktivitas peningkatan. Jumlah guguran sebanyak 285,multiphase (181), serta vulkanik (58). ‘’Masih sulit diprediksi kapan awan panas berhenti. Yang jelas, kita belum mencabut status Merapi yang masih awas,’’ katanya tadi malam.
Sedangkan Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar mengingatkan ancaman lava pijar pascaerupsi Merapi, 26 Oktober. Menurutnya, luncuran lava pijar yang keluar dari perut Merapi bisa memicu longsornya material vulkanik yang ada di bawahnya.‘’Apalagi kondisi saat ini adalah musim penghujan,’’ katanya di Kantor BPPTK Yogyakarta.
Dia memprediksi, sedikitnya ada 8 juta meter kubik material vulkanik Merapi yang ada di puncak, yang merupakan tumpukan dari akumulasi material dari letusan Merapi sejak 1911.Material vulkanik itu terletak di bawah pusat letusan 26 Oktober 2010.Jika kondisi batuan di puncak Merapi tersebut terganggu aktivitas keluarnya magma atau lava pijar serta kubah baru dari letusan 2010, dikhawatirkan jutaan kubik material tersebut akan ambrol ke bawah.
Menurutdia,jikaseluruhmaterial vulkanik Merapi itu runtuh, alirannya berpotensimasukke KaliGendol. BahayanyajikaKali Gendolyang hanya mempunyai volume 6 juta meter kubik tidak akan mampu menampung material vulkanik tersebut. Akibatnya, longsoran material vulkanik yang over capacity itu akan menghantam sekitar sungai atau bahkan rumah-rumah penduduk.
‘’Longsoran material Merapi akibat hujan deras inilah yang dikhawatirkan akan menjadi bahaya sekunder,yakni banjir lahar dingin ke wilayah selatan sehingga kita masih mempertahankan status Merapi pada posisi awas serta merekomendasikan kawasan radius 10 kilometer dari puncak Merapi tetap dikosongkan,” paparnya. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Budi Waluyo membenarkanancamanbanjirlahardingin ini patut diwaspadai karena saat ini sudah memasuki musim penghujan.
Curah hujan pada Oktober ini bahkan sudah melebihi rata-rata bulanan dalam 30 tahun terakhir. ‘’Biasanya Oktober dalam 30 tahun terakhir curah hujannya hanya 107 milimeter, sekarang sudah melampaui, bahkan mencapai 200 milimeter. Sekarang ini lebih tinggi karena pengaruh La Nina,’’ katanya. Walaupun tidak sampai menimbulkan korban jiwa, semburan awan panas sempatmembuat panik sejumlah warga di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten panik.
Saat Merapi mengeluarkan awan panas antara pukul 06.00- 12.00 WIB, sejumlah warga yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III tengah pulang ke rumah guna mengurusi hewan ternak. Minto Sukarjo, 60,warga Desa Balerante, mengaku hanya pasrah saat Merapi mengeluarkan awan panas. Saat itu dia tengah mencari rumput di hutan.Dia pasrah karena yakin luncuran awan panas tidak sampai ke Desa Balerante meski jaraknya hanya sekitar 4 kilometer dari puncak Merapi.
Keyakinan itu didasarkan karena ada dua bukit yang bersanding dengan Merapi. “Saya melihat dengan jelas awan panas yang keluar dari puncak Merapi. Namun, saya tidak lari,” kata Minto Sukarjo. Untuk menolong warga,Tim Satkorlak Penanggulangan Bencana (PB) langsung menerjunkan beberapa armada truk untuk mengangkut mereka kembali ke pengungsian. Sementara itu, korban Merapi kembali bertambah.
Sapari, 48, warga Dusun Stabelan,Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, harus merelakan kepergian anaknya,Paiman, 4, yang meninggal lantaran terkena penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) akibat debu vulkanik gunung paling aktif di Indonesia itu. Dengan demikian, total korban letusan gunung yang berada di perbatasan DIY dan Jawa Tengah itu menjadi 34 orang.
KepalaDesa Tlogolele,BudiHarsono menuturkan,korban meninggal di Rumah Sakit Umum Mutilan, KabupatenMagelang,kemarinsore. Dari hasil pemeriksaan medis rumah sakit setempat,korban meninggal diduga lantaran organ pernafasannya tersumbat debu vulkanik yang ditimbulkan dari letusan susulan Gunung Merapi yang terjadi kemarin pagi sekitar pukul 05.30 WIB.
“Saat terjadi peningkatan aktivitas vulkanik tadi pagi (kemarin pagi),anak-anak,wanita hamil,dan warga yang sudah lanjut usia yang bermukim di daerah KRB, termasuk Dusun Stabelan langsung diungsikan. Di tempat pengungsian anak itu (Paiman) mendadak batuk serta sesak nafas.Anak ini langsung dilarikan ke rumah sakit.Kondisinya cukup parah dan tidak bisa diselamatkan,” ujarnya kemarin.
Warga Masih Khawatir
Suara gemuruh dari dalam Gunung Merapi hingga kemarin masih sering didengar warga, baik yang berada di kawasan rawan bencana (KRB) III dan II.Walaupun suaranya tidak sekeras sebelum ada erupsi, 26 Oktober lalu,warga tetap khawatir Merapi kembali akan mengeluarkan awan panas dan erupsi lagi.Bahkan lebih besar daripada erupsi sebelumnya.
Kepala Dusun Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Kabupaten Sleman,Yogyakarta,Pairin menyatakan, dengan kondisi tersebut, pihak mengimbau warganya agar tetap berada di pengungsian.“Kami tetap berharap warga mematuhi instruksi ini.Apalagi, Merapi selama dua hari masih terus bergolak dengan mengeluarkan awan panas dan erupsi,”ucapnya. Sementara masyarakat di Kabupaten Magelang,terutama yang berada di Kecamatan Srumbung, Salam, Dukun, dan Muntilan, kemarin merasakan hujan debu.
Berdasarkan pantauan petugas di pos pengamatan, hujan debu terjadi setelah keluarnya awan panas pada pukul 06.10, 08.39, dan 08.34 WIB.Awan panas itu berdampak pada terjadinya hujan debu. ‘’Hujan debunya relatif lebih kecil, lebih tipis.Namun,warga tetap khawatir terkena sakit pernafasan sehingga tetap memakai masker,’’ ujar Rusman, 42,warga Dusun Kalisari, Desa Mranggen, Kecamatan Srumbung. Dengan kondisi tersebut,Bupati Magelang Singgih Sanyoto mengimbau para pengungsi agar tetap tinggal di pengungsian sambil menunggu suasana aman.
Sementara pengungsi dari Desa Kaliurang dan Desa Kemiren di Kecamatan Nglumut serta Desa Srumbung dan Ngargomulyo, Kecamatan Dukun diimbau agar tetap tinggal hingga status Merapi diturunkan menjadi siaga. Imbauan sama disampaikan Camat Cangkringan Samsul Bakri. Dia meminta warganya tidak keburu balik ke rumah karena kondisi Merapi masih awas. Namun, jika ada warga yang nekat ke rumahnya, pihaknya tidak dapat menghalangi.
Selain menengok keberadaan rumahnya,kebanyakan mereka juga menengok hewan ternaknya. ’’Jika ada warga yang secara sembunyi pulang ke rumahnya,kami tidak dapat menghalangi.Hanya saja,setelah urusan selesai,diharapkan segera turun,’’ tandasnya. Sementara itu, Kapolda DIY Brigjen Pol Ondang Sutarsa kemarin sempat memimpin tim evakuasi dan Tim Polda DIY untuk membuka jalur ke Kinaharejo dan sekitarnya.
Namun, karena pada pukul 09.55 Merapi kembali erupsi dan mengeluarkan awan panas, Kapolda DIY kemudian memutuskan kembali ke bawah.Selanjutnya evakuasi dilanjutkan dan dipimpin Wakapolda DIY Kombes Pol Tjiptono. “Kami tadi berangkat pukul 08.30 WIB,namun setelah ada sirene Merapi kembali erupsi dan mengeluarkan awan panas, saya dan rombongan kembali turun,” kata Ondang Sutarsa saat tiba di barak pengungsian Kepuharjo kemarin. (ridwan anshori/priyo setyawan/m abduh/ary wahyu wibowo/angga rosa)
Sumber :
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/360728/
_____________